Skip to content
Home » Mencintainya Seperti Mencintai Diri Sendiri – Memaknai Kata “Mencintai” dari Sebuah Hadits

Mencintainya Seperti Mencintai Diri Sendiri – Memaknai Kata “Mencintai” dari Sebuah Hadits

Hadits tentang mencintai sesama muslim

Hadits Tentang Persaudaraan – Pada kesempatan ini saya mengangkat sebuah hadits yang dapat menjadi panduan bagi kita dalam menghadapi pelbagai problematika kehidupan terutama dalam menjalin hubungan persaudaraan sesama manusia dan mencoba membedah makna mencintai terhadap sesama yang sesungguhnya.

عَنْ أَبِي حَمْزَةَ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – خَادِمِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ ” رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari hadits ini paling tidak ada empat poin yang bisa kita ambil:

Yang pertama yang namanya cinta tidak selalu dilandasi oleh nilai-nilai keimanan.

Di dalam salah satu kisah dimana Zalikha beliau mengekspresikan rasa cintanya tidak dalam bentuk sesuai dengan nilai-nilai keimanan sehingga menggoda nabiyullah Yusuf AS.

Sebaliknya ketika Putri Nabi Syuaib beliau tertarik terhadap keshalihan Nabi Musa maka beliau mengekspresikan minta dinikahkan dengan Nabi Musa.

Sehingga ini adalah contoh bahwasanya ada cinta yang dilandasi nilai keimanan ada pula cinta yang dilandasi oleh bukan nilai keimanan.

Di dalam konteks pertemanan, persaudaraan, maupun kekeluargaan, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memberikan satu panduan bahwa, tanda kalau teman kita ini baik adalah apabila kita salah kita diingatkan, apabila kita benar kita akan didukung , oleh karena itu teman yang baik, sahabat yang baik adalah orang yang selalu membuat kita benar bukan orang yang selalu membenarkan kita.

Karena sudah pasti kita sebagai manusia kita tidak luput dari salah dan sebagainya. Sehingga kita butuh sosok daripada teman sahabat yang kritis, yang mana kecintaannya diekspresikan untuk selalu memandu kita ke dalam jalan kebenaran.

Memilih teman yang baik menurut islam

Yang kedua, kata “yuhibbu” itu mencerminkan konotasi aktif bukan pasif dan ini dicerminkan oleh Perawi sendiri yaitu Anas bin Malik.

Dikisahkan dahulu, Ibu beliau ini bernama Ummu Sulaim, Ummu Sulaim ini mendatangi Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam “Wahai Rasulullah kaum Anshor itu semua sudah memberi hadiah kepada jenengan sedangkan saya tidak bisa ngasih apa-apa, maka ini putra saya yang masih usia delapan tahun saya pasrahkan, saya serahkan kepada njenengan untuk menjadi asisten pribadi”.

Ini adalah perwujudan dari rasa cinta Ummu Sulaim walaupun beliau itu cinta kepada putranya namun beliau lebih mencintai Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam. Sehingga dengan demikian beliau lebih mengutamakan kepentingan Rasulullah daripada kepentingan beliau sendiri .

Oleh karena itu, tanda daripada seseorang mencintai adalah dia bersikap aktif, dialah yang berkorban, dialah yang memberi, dialah yang selalu bersikap aktif.

“Apabila kita menyatakan cinta namun ternyata kita tidak aktif melakukan sesuatu maka yang demikian itu hanyalah sekedar ekspresi bukan sebuah bukti.”

Yang ketiga, adalah kata لِأَخِيْهِ , Apabila kita mencermati perluasan makna kata ini bisa bermakna teman seagama “Innamal Mu’minuna Ikhwah” bahwasanya seluruh umat muslim ini saudara kita, kalau mau diperluas pada Ukhuwah Wathoniyah saudara sebangsa senegara, bisa juga diperluas Ukhuwah Basyariyah yaitu saudara seteman usiaan.

Dengan begitu bahwasanya seluruh manusia terutama umat muslim mereka adalah saudara-saudara kita.

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam menggambarkan yang namanya umat muslim itu bagaikan seluruh tubuh, yang namanya tubuh kita ini terdiri dari beberapa unsur yaitu beberapa anggota tubuh, tentu tidak wajar, jika tangan merasa iri terhadap kelebihan mata sebagaimana mata tidak wajar iri terhadap kelebihan tangan, masing-masing punya kelebihan sendiri, masing-masing punya kelemahan sendiri.

Oleh karena itu sesama muslim juga demikian, ada orang yang hebat ilmunya, ada yang hebat hartanya, ada yang hebat fisiknya, ada yang hebat jabatannya, masing-masing mereka punya kelebihan masing-masing.

Maka apabila kita memposisikan diri bahwa seluruh umat muslim bagaikan satu tubuh maka kita tidak akan mudah merasa iri hati, karena mereka semua adalah bagian dari kita.

Selanjutnya, penekanan dari hadits ini adalah مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ bahwasanya kita perlu mencintai apa yang dialami & dimiliki oleh saudara kita atau orang lain layaknya sesuatu itu kita miliki.

Hadits Tentang Persaudaraan – Lalu Kepada Siapa Kita Pantas Iri?

Sebenarnya golongan orang yang pantas kita iri hati kepada mereka adalah sahabat nabi, para shohabat inilah yang seharusnya membuat kita iri hati, mereka ini bertemu dengan Rasulullah langsung, mereka ini dinyatakan dalam Al-Quran “Allah Ridha kepada mereka, mereka Ridha kepada Allah” mereka dijamin masuk surga mereka, punya sekian kehebatan kehebatan yang seharusnya membuat kita iri hati, namun apa pesan suci Alquran :

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

“Wahai Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang beriman lebih dahulu dari kami. Janganlah Engkau tanamkan ke dalam hati kami perasaaan dengki kepada orang-orang yang telah beriman lebih dahulu. Wahai tuhan kami, sungguh Engkau Maha Pemurah lagi Maha Penyayang kepada semua makhluq-Nya.” (surah Al-Hasyr ayat 10)

Wahai umat muslim jangan kamu iri hati terhadap kehebatan-kehebatan & prestasi-prestasi yang dialami oleh para shohabat.

Doakanlah mereka, yang artinya kalau terhadap para shohabat saja kita tidak perlu iri hati & kita tidak perlu merasa tersaingi, apalagi kalau hanya kepada saudara kita, keluarga kita, teman kita, yang mereka hanya memiliki kehebatan ilmu, kehebatan harta, kehebatan jabatan, kehebatan pengalaman, yang pasti kehebatan kehebatan tersebut jauh dibawah kehebatan para shohabat.

Mendoakan Para Sahabat Nabi

Baca Juga: Belajar Ekonomi Islam Mudah dengan Akun Instagram ini

Sebagai penutup, semoga dengan mempelajari hadits tentang persaudaraan ini, dalam hati kita akan muncul benih-benih rasa “tepo seliro” yaitu merasa kalau kita merasa senang maka ketika sesuatu yang membuat kita senang tadi dimiliki orang lain kita juga ikut senang.

Sekian. Wallahu a’lam .

Penulis: Adjie Sumantri

Disclaimer: Artikel ini telah terbit di Buletin Lentera Edisi 2 Lapmi Cabang Malang

Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *